A/N udah lama nggak posting cerpen di blog. Aku kangen :')
Ohya, cerpen ini adalah repost dari wattpad. Event Abnormal Fofattare, Grup kepenulisan LINE pertamaku.
Selamat membaca :)
---
Namanya Deora
Ramadhani, seorang gadis yang menyita seluruh perhatian Pandu saat kali pertama
mereka di pertemukan di sebuah kedai ice cream oleh temannya. Pertemuan
keduanya biasa saja. Hanya sekedar mengobrol, membicarakan hal-hal sepele
mengenai kampus dan cerita pribadi yang umum.
"Deora itu seorang web desaigner lho," celetuk Gama
sedikit melirik ke arah Pandu.
"Iya, bahkan desainnya sempat
dilirik perusahaan asing," lanjut Wilma sembari menjawil lengan Deora.
"Jangan percaya, mereka lebay.
Berlebihan." Deora merendah. Tertawa sembari melambaikan tangannya.
Menyuruh Pandu untuk tidak terlalu mengindahkan pujian itu.
Namun Pandu telah terkesima, bahkan sebelum
kedua teman mereka mengatakannya. Dalam balutan kemeja putih dan jeans abu
Deora sudah mengundang ketertarikan Pandu. Tidak biasanya, bahkan Pandu sendiri
bingung. Padahal, Deora hanya gadis biasa yang tidak suka pakai make up.
"Keren dong," kata Pandu.
Deora tertawa, dan Pandu menyadari
sesuatu. Ia sekarang paham kenapa Deora begitu berbeda. Ekspresi. Iya,
perubahan ekspresi Deora sangat menarik.
"Lebih hebat mana sama cowok yang
dalam dua kali periode berturut-turut berhasil menduduki jabatan Gubernur BEM
Fakultas?" Alis Deora naik turun menggoda Pandu.
Pandu tertawa, ia tidak menyangka
kalau Deora tau tentang Pandu.
"Siapa nih yang bilang? Gama?
Pasti Gama kan?"
Pandu meninju pelan bahu Gama yang
kini sedang cekikikan. Begitu juga dengan Wilma, yang merasa terhibur dengan
percakapan ini. Sejak awal Gama tahu kalau Pandu akan menyukai Deora. Sambil
menyelam minum air, Gama mendekati Wilma sedangkan ia ingin Pandu dekat dengan
Deora. Dan sepertinya, misinya kali ini berhasil.
"Gama emang bilang kalo kamu itu
Gubernur BEM. Tapi percaya deh, Gama nggak pernah bilang tentang masa jabatan
kamu," kata Deora sembari tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya.
"Terus kamu tau dari siapa?"
tanya Pandu penasaran.
Deora tersenyum, memberi jeda supaya
Pandu penasaran, "Hm, ada deh."
***
Pandu berkacamata, beralis tebal, dan
dikenal sebagai Gubernur paling kaku yang pernah menjabat. Anehnya, semua
anggota BEM tidak keberatan Pandu menjabat dua kali periode. Pandu pintar,
selain itu wajahnya juga enak dipandang. Hanya perlu sedikit senyum maka semua
gadis di kampus pasti sadar betapa menyenangkannya wajah Pandu itu.
Dua minggu berikutnya, Gama kembali
mengajak Pandu. Menemui Wilma dan Deora di kedai ice cream. Saat ini status
Gama dan Wilma telah resmi, dua hari lalu Gama diterima menjadi pacar Wilma.
"Hari ini khusus traktiran Wilma
dan Gama. Kita nggak mau tau, iya kan, Du?"
Deora menyenggol lengan Pandu
berkali-kali, kebetulan Deora memang sedang duduk disampingnya. Pandu yang
sedang sibuk melamun mengerjap, terkejut dengan aksi yang diberikan oleh Deora
terhadap Pandu.
Deora tertawa melihat Pandu.
"Gila ya Ma, temen kamu yang satu
ini ngegemesin banget. Ekspresinya itu lho, gampang terkejut. Apalagi pipinya,
sering blushing."
Gama dan Wilma tertawa. Sedangkan
Pandu tersenyum malu. Jantungnya kali ini berdetak tidak waras.
"Kalo boleh, aku bawa pulang
deh."
Blush.
Kali ini Pandu tak dapat menyembunyikan ledakan bahagia didadanya. Ia senang,
bahkan terlalu senang.
"Tuh kan, liat deh." Deora
menatap Pandu. Kemudian dengan jahil jemarinya mencubit pipi Pandu. Membuat
kedua mata cokelat Pandu melotot.
***
Tidak bisa dipungkiri kalau ternyata
Pandu menyukai Deora. Bisa dilihat dari bagaimana bahasa tubuh Pandu yang
gelisah menunggu Deora. Mereka janjian
pukul tiga sore, bertemu untuk mengobrol berdua, tanpa Wilma dan Gama. Tapi
Pandu yang terlalu semangat sudah duduk manis di salah satu kursi kedai
setengah jam lalu.
Tepat empat puluh menit menunggu,
Deora datang. Ia tersenyum amat lebar begitu mendapati Pandu melambaikan tangan
ke arahnya.
Lagi-lagi, Pandu dibuat terpesona oleh
Deora.
"Kamu cantik," kata Pandu
reflek. Begitu ia sadar apa yang baru saja ia ucapkan, ia langsung mengatupkan
mulutnya. Malu.
"Thanks," kata Deora tersenyum senang.
"Nggak nyangka, ternyata Pandu
bisa juga ya ngerayu cewek."
Pandu tertawa, ledakan bahagia itu
muncul lagi.
"Duduk deh, aku pesenin ice cream
kesukaan kamu, ice cream tiramisu."
"Makasih, Bapak Gubernur
BEM."
Merekapun tertawa.
***
Beberapa jam mengobrol seru dengan
Deora, Pandu bisa langsung memastikan kalau dirinya memang jatuh cinta pada
mahasiswa hebat ini. Mahasiswa semester lima yang sudah bekerja sebagai seorang
profesional web designer untuk salah
satu resort terkenal di Gili Trawangan, Lombok.
"Pandu, nyanyi buat aku
dong." Pinta Deora begitu ia melihat kearah panggung, dimana MC di kedai
itu mempersilahkan pengunjung untuk menyumbang lagu.
"Hah? Aku nggak bisa
nyanyi."
Deora mendecak. "Semua orang bisa
menyanyi, Pandu. Hanya saja tidak semua orang bisa menjadi penyanyi. Ayo dong."
Pandu menghela napas, melihat ekspresi
Deora yang begitu antusias membuatnya sedikit merasa harus mengalah. Ia
kemudian mengangkat tangannya, begitu si MC melihat, Pandu maju ke arah
panggung. Ia duduk di kursi tinggi, memegang gitar berwarna cokelat. Ia grogi,
terlihat sekali saat dia berulang kali membenarkan posisi kacamatanya, yang
sebenarnya tidak pernah berubah.
"Ini buat seseorang yang maksa
minta dinyanyiin. Jangan kecewa kalo suaraku menggema, dan sangat jauh dari
kata bagus."
Deora yang tengah duduk tertawa,
sembari matanya fokus ke arah Pandu, ia menyendokkan ice cream tiramisunya
kemulut. Diam-diam, hatinya ikut senang. Setelah sekian tahun mengamati,
ternyata ekspresi Pandu mengalami kemajuan pesat. Bahkan saat berada di
panggung dengan gitar di tangannya, ia seolah lupa kalau ia adalah seorang
Gubernur BEM—Orang yang kalau ketemu panggung harusnya pidato, bukan menyanyi.
Pandu mulai memetik gitar. Sudah jelas
terlihat bahwa Pandu bukanlah seorang yang buta akan musik. Meski terkenal kaku
dan tidak suka tersenyum, Pandu adalah laki-laki multitalenta. Hanya saja, ia
tak terlalu suka menunjukannya.
You’re watching me, watching me, watching me go
Is their someting nothing you wanted to say?
I said a stay-e-ay-e-ay-e-ay-ay-ay.
Is you tried, let it go, let it go
Is someone who will never let you go
Noooo, and sunshine and city lights
And noooo, yeah you gotta know
That I’ll never let you go
Pandu selesai menyanyi, dan riuh tepuk
tangan pengunjung menghujani penampilan Pandu. Ia tersenyum, kemudian berjalan
kearah mejanya kembali.
***
"Pandu, kenalin ini Gio."
Pandu mengernyitkan keningnya begitu
mendapati seorang laki-laki yang tengah mengobrol seru dengan Deora.
"Pandu," katanya singkat.
"Aku udah kenal kamu, Pandu.
Gubernur BEM Fakultas Teknik kan?"
Pandu kembali mengernyitkan keningnya,
"Aku anggota klub teater. Gionino. Yang waktu acara pentas budaya kampus
minjem properti ke Sekre."
Pandu mengangguk-angguk. Ia sebenarnya
tidak ingat.
Gio tertawa. "Yaudahlah... Nggak
usah dipikirin. Nggak penting," katanya. "Sori, aku dateng kesannya
tiba-tiba. Aku baru pulang dari Lombok, nih nemuin papanya si tembem."
"Enak aja manggil tembem. Tirus
gini." Deora memegang pipinya, ia yakin kalau pipinya memang tidak tembem.
Gio saja yang suka iseng.
Pandu nampak kebingungan, pertama
karena tiba-tiba ada seorang cowok yang menghampiri Deora. Kedua, tentang
hubungan kedua orang dihadapannya. Untuk apa Gio jauh-jauh ke Lombok menemui
ayahnya Deora?
"Jadi aku itu ngelamar Deora udah
lama."
DEG
"Tapi dia bilang mau nyelesein kuliah dulu. Dan
biar dia mikir cepet, ya aku langsung aja lamar ke bapaknya. Masalah nikah,
gampang. Yang penting aku udah lamar dia." Gio tersenyum. Menunjukan
deretan giginya.
"Biar dia nggak kecantol sama
cowok.... Aw, De, kamu tuh kebiasaan
deh." Gio mengelus lengannya begitu Deora dengan kekuatan besarnya
mencubit daging tipis milik Gio.
"Ember," kata Deora.
Seketika itu juga Pandu lemas. Rasanya
jantungnya berhenti berdetak.
"Makanya, aku buru-buru nyari dia
begitu aku sampe di sini. Ternyata, Deora lagi berusaha selingkuh ya..."
Deora kembali mencubit lengan Gio. Gio
mengaduh, kemudian dengan jahil menggelitiki perut Deora. Mereka berdua
kemudian sibuk saling menggelitiki, tidak menghiraukan ada Pandu yang kini
berusaha menenangkan jantungnya yang tak karuan.
***
Saat ini Pandu lebih bisa berekspresi.
Ia bukan lagi seorang Gubernur BEM yang miskin ekspresi, kaku, dan tidak mudah
senyum. Lebih-lebih ketika ia mendengar berita mengejutkan tentang Deora yang
akan tunangan, dua hari lagi.
"Pandu." Tepukan bahu itu membuat
Pandu yang tengah sibuk dengan gitarnya menoleh. Iya, Pandu sekarang lebih suka
mencurahkan ekspresinya lewat musik. Setelah beberapa bulan mencoba menghindari
Deora, ia berusaha tegar, menutupi kegalauannya lewat musik. Ternyata, setelah
beberapa kali diasah, kemampuan minimnya mengenai musik bertambah. Bahkan,
beberapa kali ia pernah menjadi pengisi acara di kampus. Bukan untuk pidato
sebagai Gubernur BEM, tapi sebagai penyanyi. Seperti saat ini, diacara Seminar
Karya Sastra yang diadakan oleh Fakultas Sastra. Cuma sebagai jeda, penghibur
bosan.
"Giliran kamu tuh." Gama
salah satu panitianya.
Pandu mengangguk, kemudian berjalan
perlahan sembari memegang gitarnya. Sebelum benar-benar ada diatas panggung,
yaitu tepat diperbatasan backstage,
ia berhenti. Seseorang memanggilnya.
"Boleh bicara sebentar?"
Pandu menoleh, "Deora?"
Deora tersenyum. "Aku mau bilang
sesuatu, dan tolong dengerin aku. Karena aku nggak akan mengatakannya dua
kali."
***
Dengan perasaan serba entah Pandu
mulai memetik gitarnya, ia menatap sembarang. Pikirannya kacau.
"Du, kamu harus cepet-cepet
mulai." Bisik seorang panitia ketelinga Pandu. Membuat Pandu tersadar
bahwa ia sedang berada di sebuah panggung. Ditonton oleh banyak pasang mata.
"Ekhm…" Pandu mulai
menyapukan matanya dengan sadar. "Sori, kepalaku lagi pusing." Ia
tersenyum.
"Sebenernya tadi aku mau nyanyi
lagu bit up, tapi berubah jadi mellow, karena sesuatu telah berubah.
Keadaan, hati dan takdir.”
Tanpa ragu, Pandu kembali memetik
gitarnya. Kali ini ia bernyanyi dengan segenap perasaannya, ia memejamkan mata.
Kembali mengingat beberapa menit lalu ketika Deora mengakui sesuatu padanya.
My heart beats a little bit slower
These nights are a little bit colder
My skies seem a little bit darker
Sweet dreams seem a little bit harder
"Aku
cinta kamu, Pandu. Itu yang aku mau bicarakan."
Growing tired of all this traffic
Take me away to where you are.
"Kalau kamu nggak percaya nggak
apa-apa. Tapi kamu harus tau, alasan kenapa aku tau tentang kamu itu bisa
dijadikan bukti. Meskipun bukan bukti mutlak."
I wanna be holding your hand
I travel a thousand miles
Just so I can see you smile
Sembari menangis, Deora berkata,
"Tapi kita cukup sampai di sini. Ini egois, kita belum memulai tapi aku sudah
mengakhiri. Itu... Karena aku akan menikah. Setelah wisuda nanti."
Feels so far away when you cry
‘Cause home is in your eyes
Your heart beats a little bit faster
There’s tears where there use to be laughter…
“Meski begitu, aku nggak bisa
menyembunyikan, bahwa aku menyukaimu. Dan maaf, sudah membuatmu kecewa. Maaaf
sudah membuatmu merasa bahwa aku gadis yang tak tau diri, aku hanya ingin
mengatakan isi hatiku.”
Dan saat itu juga Pandu tiba-tiba
berhenti, apa hanya aku saja yang merasa
bahwa mencintai bisa sesakit ini?