Dua bulan atau tiga bulan terakhir, saya mengalami banyak perubahan. Kesibukan tugas kuliah, tugas mengemban amanah sebagai salah satu kader UKM Kampus juga sibuk “memperbaiki diri”.
Di antara kesibukan saya yang lumayan menyita waktu dan tenaga, ada satu hal yang hilang. Pun yang bertambah. Salah satu yang hilang, yaitu berkurangnya waktu saya untuk membaca karya sastra (novel) juga menulis (cerpen maupun novel) yang masih on progress. Entah kenapa setelah sesuatu “merasuki” saya, saya merasa ingin ‘menomorduakan’ hobi saya untuk menulis dan membaca novel.
Ya, sesuatu yang “merasuki” itu adalah sebuah anugerah yang saya idam-idamkan dari dahulu, yaitu “BERHIJRAH”.
Yang saya tahu, hijrah adalah suatu proses di mana kita berpindah dari sesuatu (atau suatu tempat) ke sesuatu hal yang lain. Atau boleh disebut sebagai perubahan seseorang ke arah yang lebih baik. Dalam konteks ini, saya mengalami ‘hijrah’ insha Allah ke arah yang lebih baik. Yaitu menjadi muslimah yang 'kurang’ taat pada ajaran agama-NYA ke muslimah yang insha Allah ingin mengubah dirinya agar lebih taat kepada Sang Pencipta–ALLAH ta'ala.
Kisah hijrah saya entah dimulai sejak kapan. Yang pasti hal ini saya lakukan secara bertahap.
Jika ada yang mengatakan bahwa hijrah saya dimulai ketika saya mengikuti UKM Rohis di kampus, mungkin saya akan mengiyakan. Namun jika ada yang mengatakan bahwa Rohis Kampuslah yang menjadi satu-satunya penyebab hijrah saya, saya akan mengatakan TIDAK.
Karena, sejujurnya niatan berhijrah sudah ada dalam diri saya sejak dahulu. Sejak saya melihat dan mengamati kehidupan lingkungan hidup saya; terutama keluarga.
Saya hidup dalam lingkungan keluarga yang tingkat pemahaman agamanya cukup baik, namun belum terlalu dalam. Dengan itu setidaknya saya punya bekal sedikit kenapa saya memutuskan untuk terjun secara dalam untuk agama saya. Pada intinya saya ingin berislam secara utuh.
Ini bukan berarti saya ingin mengubah keislaman saya yang biasa-biasa saja ke islam yang luar biasa. Tidak ada istilah islam biasa atau pun islam yang luar biasa. Yang ada hanyalah islam yang taat dan tidak taat.
Seperti yang difirmankan Allah pada Al-Quran:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
Karena menjadi muslim bukan hanya label, bukan meyakini sesuatu sebab itu adalah budaya. Kita mengaku berislam bukan pula sebab orang tua kita Islam. Saatnya berpikir lebih dalam, lebih luas. Mengapa kita Islam, mengapa kita harus patuh pada Allah. Lalu untuk apa keyakinan kita.
0 komentar:
Posting Komentar