Selasa, 20 Januari 2015 - 0 komentar

Menunggumu

"Si Nana ngapain?" tanya Dita kepada Sari yang sedang sibuk bersama kertas tugasnya yang berserakan. Sembari mengambil keripik singkong di toples, ia berkata. "Nggak tahu tuh, palingan juga ngecenging Presiden."
"Hah? Presiden?" 
Sari langsung tersadar, "Duh, maksudku Presiden BEM lho." 
Dita manggut-manggut. Mulutnya sampai membentuk huruf o. "Tapi kayak mau jalan ke warung tenda deket kos Cendana." katanya sambil berjalan keluar. Ia amat memantau teman akrabnya yang dua minggu terakhir entah kenapa mulai aneh tingkahnya.
Sari mengedikkan bahu. Mulutnya sudah penuh dengan keripik singkong. "Ah, kayak nggak tahu Nana aja. Dia mah apapun dilakuin demi ketemu sang pujaan."
Dita manggut-manggut. Pikirannya ber-Oh lagi. Ini dia alasannya. Nana lagi jatuh cinta!

Setelah lebih satu jam menunggu, akhirnya Nana muncul di mulut pintu kosan. Membawa bungkus plastik berwarna hitam. Mata Sari langsung senang. Dirampasnya kantong plastik itu;berharap besar isinya makanan. Perutnya masih lapar. Maklum seharian cuma di isi dengan jajanan dan cemilan ringan.
"Gorengan doang apa nasi kucing Na?" tanya Sari antusias, sampai tidak menghiraukan wajah temannya yang manyun karena bungkusan plastik yang dibawanya direbut begitu saja.
"Yaelah, Ri. Baru nyampe. Belum duduk."
Sari tertawa. Tidak menghiraukan. Dibukanya dengan cepat bungkusan plastik itu.
"Habis ngapain,Na?" tanya Dita tanpa basa-basi. Rasa penasarannya tak tertahankan. Nana tersenyum malu, lalu duduk di atas kursi. Tidak menghiraukan teriakan Sari karena tubuhnya menginjak bahan-bahan kuliahnya; tugas yang sedari tadi ia kerjakan dengan susah payah. Dita menyimak Nana yang ekspresinya aneh.
"He.." Dita mencubit Nana. Tidak sabar. "Cerita, jangan senyum-senyum doang."
Nana nyengir. Senang hatinya. Apalagi, melihat wajah penasaran Dita, membuat pikirannya melayang-layang.
"Minggir dulu kek." Sari bertindak cepat. Membereskan kertas-kertasnya. Dan Nana tetap tidak menghiraukan.
"Tadi Presiden nggak dateng si.." katanya mulai percakapan. Mata Sari dan Dita beradu. Bingung.
"Tapi, aku ketemu salah satu anggota BEM Fakultas Hukum. Namanya Abi. Orangnya cakep. Pakai behel. Terus kacamataan gitu..."
Sari yang tidak menyimak betul, hanya sibuk dengan bungkusan yang dibawa Nana terdiam. Terkejut. Bukannya Nana nungguin Presiden BEM ya? kok malah ngomongin Abi?
"Kita kenalan" kata Nana melanjutkan.
"Kok bisa?" Dita makin penasaran.
Nana tersenyum. Makin lebar. Menganggukan kepalanya keras-keras. "Nggak sengaja sih. Gara-gara nasi kucing."
"Nasi kucing?" Sari dan Dita serempak.
Nana mengangguk lagi.
"Nasi kucing yang aku pesen itu adalah yang terakhir. Terus karena si Abi kepengen banget jadiaku kasiin. Terus dia kayak berterimakasih banget sama aku. Kita jadi ngobrol banyak hal."
Mata Sari menyipit, "Tentang Presiden BEM?" 
Nana tersenyum lagi. Kali ini matanya berbinar. "Nah itu dia."
"Maksudnya Na?"
"Aku nunggu dia, tapi Tuhan malah mempertemukan aku sama orang yang nggak pernah aku duga sebelumnya. Bahkan pertemuan kami, entah kenapa sangat menyenangkan."
"Jangan mudah jatuh cinta Na." Dita memperingatkan.
Nana tersenyum, menggeleng.
"Tenang Dit. Aku emang gampang suka sama orang lain. Tapi, aku masih nunggu Presiden BEM kok."
"Hati-hati keblinger." Sari menimpali. Memakan gorengan sisa yang di beli Nana.
"Orang cakep emang menarik, menggiyurkan. Tapi nggak pernah bisa nggantiin posisi hati yang udah nancep banget. Kadang perempuan itu memilih sesuatu dari sesuatu yang dipilihnya pertama kali. Meskipun harus muter-muter dulu."
"Sok berteori." Sari melempar bantal. Dita pun tak kalah, ia mencubit Nana.

0 komentar:

Posting Komentar